Awasi pertuturan, jangan sampai dianggap penyebar fitnah

OLeh EZRY FAHMI YUSOF

Kita sedang dihebohkan dengan berbagai masalah antaranya fitnah-memfitnah dan tidak kurang juga timbul bibit-bibit kelakuan sesetengah pihak yang sesat-menyesatkan. Apa yang lebih menyedihkan ialah sifat sesetengah pihak yang suka sesat-menyesatkan pihak lain yang secara tidak langsung berangkai sehingga menuduh para ulama.

Allah telah pun berfirman, maksudnya: “Iaitu semasa kamu bertanya atau menceritakan berita dusta itu dengan lidah kamu, dan memperkatakan dengan mulut kamu akan sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan yang sah mengenainya dan kamu pula menyangkanya perkara kecil, pada hal ia pada sisi hukum Allah adalah perkara yang besar dosanya.” (Surah An-Nur, ayat 15)

Wujud juga golongan yang menggunakan teknologi masa kini sebagai medan untuk menyebarkan fitnah, Hendaknya setiap Muslim harus mengetahui jenis-jenis fitnah, agar ia dapat berjalan di atas ilmu dan keterangan yang nyata, dan hingga ia tidak terjerumus ke dalam dosa fitnah.

Oleh sebab itu, kita harus menyebutkan beberapa bentuk dan beberapa jenis fitnah pada zaman sekarang ini. Sebagaimana yang dimaklumi bersama, bahawa juru fitnah (kesesatan) tidak terang-terangan mengajak orang kepadanya. Namun ia mengajak melalui corong-corongnya, para penyebar dan para penyeru kepadanya. Merekalah yang disebut sebagai pendakwah yang menjadi penyebar kesesatan.

Ibnu ‘Umar berkata: Rasulullah bersabda: “Apabila seseorang menyeru kepada saudaranya: Wahai kafir, maka sungguh akan kembali sebutan kekafiran tersebut kepada salah seorang dari keduanya. Bila orang yang disebut kafir itu memang kafir adanya maka sebutan itu pantas untuknya, bila tidak maka sebutan kafir itu kembali kepada yang mengucapkan.” (Hadis Al-Bukhari No. 6104 dan Muslim no.60)

Abu Dzar radhiyallahu `anhu juga menuturkan hal yang sama dari Rasulullah: “Siapa yang menyeru kepada seseorang dengan sebutan kekafiran atau ia mengatakan: Wahai musuh Allah, sementara yang dituduhnya itu tidak demikian maka sebutan tersebut kembali kepadanya.” (Hadis Muslim No. 61)

Kedua hadis tersebut merupakan peringatan keras untuk tidak menjatuhkan hukuman kafir atau sesat terhadap seorang Muslim (yang sudah sedemikian mudah dan murahnya kalimat ini di mulut sebahagian orang) kerana memang permasalahan kekafiran atau sesat dan keislaman hukumnya kembali kepada Allah. Dialah yang berhak menghukum di antara hamba-Nya, siapa yang kafir dan siapa yang Muslim.

Apa yang menyedihkan ialah apabila ada ulama muktabar setelah memerah keringat dalam memperjuangkan agama tiba-tiba dianggap sesat dan sewenang-wenangnya dilabel golongan sesat tanpa bukti yang kukuh. Sikap dalam menghadapi segala berita yang tidak dipastikan kesahihannya telah pun diberikan amaran oleh Allah pada orang-orang yang beriman melalui kalam-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada mu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan mu itu.” (Surah Al-Hujurat, ayat 6)

Madzhab Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam hal ini adalah mazhab yang pertengahan, tidak berlebih-lebihan dan tidak bermudah-mudahan terhadap penghukuman ahlul iman sebagaimana Khawarij dan yang sejalan dengannya yang berlebih-lebihan dalam mengkafirkan, atau sebagaimana Murjiah yang bermudah-mudahan menetapkan keimanan yang sempurna pada ahlul iman walaupun berbuat maksiat. Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam masalah ini dapat kita lihat dalam ucapan Al-Imam Ath-Thahawi rahimahullah berikut ini:

“Kita tidak mengkafirkan ahli kiblat kerana satu dosa yang diperbuatnya selama ia tidak menghalalkan perbuatan tersebut, dan kita tidak mengatakan perbuatan dosa itu tidak bermudarat terhadap keimanan. Kita berharap orang-orang yang berbuat baik dari kalangan mukminin agar Allah memaafkan mereka dan memasukkan mereka ke dalam jannah (syurga) dengan rahmat-Nya, dan kita tidak merasa aman terhadap mereka dari makar Allah dan kita tidak mempersaksikan syurga bagi mereka. Kita mintakan ampun terhadap kesalahan mereka dan kita takut mereka akan mendapat hukuman kerana dosa mereka, namun kita tidak putus asa dari rahmat Allah terhadap mereka. Merasa aman dari makar Allah dan putus asa dari rahmat-Nya, keduanya akan memindahkan dari agama Islam sedangkan jalan yang haq berada di antara keduanya bagi ahli kiblat.” (Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah Syarhun wa Ta’liq Al-Imam Al-Albani, hal. 60-62)

Kadang-kala sesetengah golongan dengan mudah melabel sesuatu pihak tanpa bukti dan dengan bangganya menyenaraikan atau menyebarkan ‘kesesatan’ sesuatu golongan itu tanpa mengenal pasti melalui analisis dan penyemakan yang teliti. Ia mungkin sifat terburu-buru yang boleh menyebabkan pendustaan atau fitnah berlaku walaupun ianya kecil.

Dalam hal ini jelas dapat kita lihat bahawa kita haruslah berhati-hati sebelum kita mencalit label sesat atau kafir atas seseorang mukmin atau golongan kerana tanpa bukti yang kukuh kecuali golongan Yahudi dan Nasrani yang sememangnya telah jelas tertulis di dalam Al-Quran. Kerana kesesatan itu bukan dinilai berdasarkan kaca mata manusia semata tetapi melalui pertimbangan Al-Quran dan As-Sunnah.

“Sesungguhnya orang-orang yang suka terhebah tuduhan-tuduhan yang buruk dalam kalangan orang-orang yang beriman, mereka akan beroleh azab seksa yang tidak terperi sakitnya di dunia dan di akhirat dan (ingatlah) Allah mengetahui (segala perkara) sedang kamu tidak mengetahui (yang demikian).” (Surah An-nur, ayat 19).

- SINAR HARIAN
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url